Telah berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –rahimahullah– dalam Syarah beliau terhadap Kitaab At-Tauhid dari Shahiih Al-Bukhariy:
)) يبدو لي أنها لا زالت مسألة التكفير بالجهل ما زالت مشكلة عليكم
ولكني اتعجب!
كيف تشكل عليكم هذه المسألة ؟
ما الذي جعلها تشكل من بين سائر أركان الاسلام وشروطه وواجبات الإسلام ؟
Nampak bagi saya bahwa perkara takfir bil jahl (pengkafiran dengan adanya kebodohan) masih menjadi problem bagi kalian! Namun, saya heran, kenapa perkara ini masih menjadi masalah bagi kalian?! Apakah yang menjadikan perkara ini bermasalah (bagi kalian) diantara seluruh rukun-rukun Islam dan syarat-syaratnya serta kewajiban-kewajibannya!?
إذا كان الرجل يعذر في ترك الصلاة وهي ركن من أركان الإسلام ومن أعظم أركانه مثل أن يكون ناشئا في بادية بعيدة عن المدن وعن العلم ولا يدري أنها واجبة فإنه يعذر بذلك ولا يطلب منه القضاء .
وإذا كان الجهل بالشرك لا يعذر به الإنسان فلماذا ارسلت الرسل تدعوا قومها إلى توحيد الله ؟
لإنهم إذا كانوا لا يعذرون بالجهل معناه أنهم عالمون به فلماذا ترسل الرسل ؟
كل رسول يقول لقومه {اعبدوا الله ما لكم من إله غيره{
{وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون}
Bila seseorang diberi udzur ketika meninggalkan shalat sedangkan shalat merupakan salah satu rukun Islam dan termasuk rukun yang paling agung; Yakni, misalnya seseorang yang tumbuh di pedalaman yang jauh dari perkotaan dan dari ilmu serta dia tidak mengetahui bahwa shalat itu wajib: Maka orang itu diberi udzur karena hal-hal tersebut dan dia tidak dituntut untuk mengqadha shalatnya (yang telah dia tinggalkan).
Dan bila kebodohan terhadap kesyirikan seseorang tidak diberi udzur, maka kenapa para Rasul diutus untuk menyeru kaumnya agar mentauhidkan Allah!? Karena, apabila mereka tidak diberi udzur dengan sebab kebodohan berarti mereka itu telah mengetahui Tauhid itu; maka untuk apa diutus para Rasul!? Seluruh Rasul mengatakan kepada kaumnya: {“Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).”}QS. Al Mu’minun: 32. {“dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku’}”QS. Al Anbiya: 25.
فإذا كان الإنسان ينتسب للإسلام ويفعل شيئاً ، كفراً، شركاً ، ولكن لا يعلم أنه شرك ولم ينبه لذلك فكيف نقول؟!
هل نحن أعلم بهذا الحكم من الله ؟
وهل نحول بين العباد وبين رحمة الله ؟
ونقول في هذه المسألة سبق غضبه رحمته ؟!
هذه المسألة يا إخواني ماهي عقلية
الكفر والتفسيق والتبديع حكم شرعي يتلقى من الشرع..
Apabila seseorang menisbatkan diri kepada Islam dan melakukan suatu; kekufuran dan kesyirikan, tetapi dia tidak mengetahui bahwa hal itu adalah syirik dan dia belum diperingatkan tentang hal itu, maka apalagi yang akan kita katakan!?
Apakah kita yang lebih tahu tentang hal ini dari pada Allah!?
Apakah kita akan mengahalangi antara hamba-hamba dengan rahmat (belas kasih) Allah!?
Dan kita katakan dalam masalah ini bahwa; murka Allah telah mendahului rahmat Allah!?
Permasalahan ini –wahai saudara-saudaraku!- bukanlah perkara akal (rasio)!
Kekufuran, vonis fasik, vonis bid’ah adalah hukum syar’i yang terambil dari syari’at.
فإذا كان الله يقول : { ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى
ويقول الله عز وجل { وما كان الله ليضل قوما بعد إذ هداهم حتى يبين لهم ما يتقون
ويقول : { وما كنا معذبين حتى نبعث رسولا{
رسولا ايش ؟
يبين ويدعو للتوحيد فإذا ارتفع العذاب هذا هو العذر والآيات في هذا كثيرة .
Apabila Allah berfirman: “dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu….” (QS. Annisa: 115). Dan Allah berfirman: “dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan[663] suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi…” (QS. At-Taubah: 115) dan Allah berfirman: “….dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.” (QS. Al Isra: 15). Mengutus Rasul untuk apa??
Untuk menjelaskan dan mendakwahkan Tauhid, dan apabila adzab ini diangkat/ditiadakan maka itu merupakan udzur. Dan ayat-ayat tentang hal tersebut banyak.
والرسول صلى الله عليه وسلم يقول (( والذي نفسي بيده لا يسمع بي من هذه الامة يهودي ولا نصراني ثم لا يؤمن بما جئت به إلا كان في النار (( .
لا يسمع بي ؛ إذن إذا لم يسمع ؟لم يكن من أصحاب النار.
والشواهد على هذا كثيرة .
Dan Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Demi dzat yang jiwaku berada di tanganNya, tidaklah mendengar terhadaku; seorang Yahudi dan tidak pula seorang Nasrani kemudian tidak beriman kepadaku; kecuali pasti dia masuk neraka!”
Sabda beliau: “Tidaklah mendengar kepadaku…” berarti apabila dia belum mendengar, maka dia bukan termasuk penduduk Neraka.
Dan dalil-dalil penguat (syawaahid) hadits tersebut banyak.
نعم بعض العلماء قال بذلك لكنه قول ضعيف , الائمة على خلافه .
على خلاف القول بأن الإنسان لا يعذر بالجهل في الكفر .
فكلام شيخ الإسلام رحمه الله مملوء بذلك أنه لا يكفر وكلام الشيخ محمد بن عبد الوهاب أيضاً أنه لا يُكّفِر الجاهل .
وأنا الآن أتلو عليكم من كلام نقلته أمكنني أن أنقله , أما كلام شيخ الإسلام كثير ما يمكن نقله ولكن الفتاوي ارجعوا لها مملؤة بذلك ,فالحكم عند الله واحد إذا ترك الصلاة جهلاً فهو معذور
وإذا سجد للصنم جهلاً كيف لا يعذر ؟!
أي فرق ؟
Ya, sebagian ulama ada yang berpendapat seperti itu tetapi itu adalah pendapat yang lemah! Para Imam justru menyelisihi pendapat itu, yakni; menyelisihi pendapat bahwa manusia tidak diberi udzur karena kebodohannya dalam perkara kekufuran!
Perkataan Syaikhul Islam –rahimahullah- penuh dengan hal itu, yakni; bahwasannya ia tidak mengkafirkan (karena ada udzur kebodohan pent.), dan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab pun menunjukan bahwasannya ia tidak mengkafirkan orang yang bodoh.
Saya sekarang akan membacakan kepada kalian suatu perkataan yang memungkinkan saya menukilnya, adapun perkataan Syaikhul Islam maka banyak yang bisa dinukilkan, dan fatwa-fatwanya; maka kalian periksalah niscaya penuh dengan pernyataan tersebut.
Hukum di sisi Allah adalah satu, yakni; apabila meninggalkan shalat karena kebodohan itu diberi udzur, maka apabila ada yang bersujud kepada patung karena kebodohan bagaimana bisa tidak diberi udzur!? Padahal apa bedanya!?
وما دعوى من ادعى أن الله أخذ العهد والميثاق علينا ونحن أمثال الذر بناء على صحة الحديث بذلك , فنحن لا نعرف هذا الميثاق وكيف نكلف بما لا نعرفه ؟
ولو كان هذا حجة ما احتيج إلى أن ترسل الرسل لدعوة الناس إلى عبادة الله لإنه قد قامت الحجة من قبل .
فأنا أتعجب من كونكم لم تستوعبوا هذه المسألة!
Adapun pernyataan orang yang mengklaim bahwa Allah telah mengambil janji dan perjanjian yang kokoh terhadap kita sedangkan kita dalam keaadaan seperti ukuran semut kecil, berdasarkan keshahihan hadits tersebut mengenai hal itu. Maka, kita sekarang tidak mengetahui perjanjian ini lantas bagaimana kita bisa diberi taklif (dibebani syari’at) dengan sesuatu yang tidak kita ketahui!
Kalau seandainya hadits ini adalah hujjah mengenai masalah ini, maka tidak perlu lagi diutus para Rasul untuk menyeru manusia agar ibadah (menyembah) kepada Allah; karena telah tegak hujjah sebelumnya!?
Saya heran terhadap keadaan kalian yang belum puas dalam perkara ini! Saya heran terhadap keadaan kalian yang belum puas dalam perkara ini!
وهي مسألة لا فرق بينها وبين غيرها .
ومن قال إن تارك الاصول يكفر وتارك الفروع لا يكفر تحداهم شيخ الإسلام بينوا لنا ماهي الاصول والفروع ؟ ومن الذي قسم الدين إلى أصول وفروع ؟
إلا أهل الكلام ؛ فهم يجعلون مثلاً المسائل العظيمة فروعاً لانها عملية كالصلاة مثلاً مع أنها أصل من اصول الإسلام ، ويجعلون بعض المسائل الخبرية التي اختلف فيها أهل السنة يجعلونها من الاصول وهي محل خلاف
Dan itu adalah perkara yang tidak ada bedanya dengan perkara lainnya, yakni;
Siapa yang mengatkan bahwa orang yang meninggalkan ushul (ajaran pokok agama) itu dikafirkan, sedangkan orang yang meninggalkan furu’ (cabang ajaran agama) itu tidak dikafirkan, maka Syaikhul Islam menantang mereka itu untuk menjelaskan kepada kita; apakah itu ushul dan furu’ (agama)!??
Kecuali Ahli Kalam, maka memang mereka itu menjadikan permisalan terhadap masalah-masalah besar; dimisalkan sebagai furu’ (cabang) karena bersifat amal perbuatan, seperti: shalat. Padahal sebenarnya shalat itu merupakan salah satu ushul (pokok) Islam!!
Sedangkan mereka (ahli Kalam) itu menjadikan sebagian masalah-masalah khabariah (masalah akidah yang berasal dari dalil yang ilmiah pent.) yang Ahlus Sunnah berbeda pendapat padanya justru dimisalkan sebagai ushul (pokok), padahal itu adalah permasalahan yang biasa terjadi khilaf (berbeda pendapat)!
فالمهم أن هذه المسائل يجب أننا نتحرى فيها خصوصاً مسألة التكفير، لا نكفر عباد الله بما لم يكفرهم الله به
Yang terpenting, bahwa sesungguhnya mengenai masalah-masalah ini; kita wajib berhati-hati, khususnya pada perkara takfiir (vonis kafir). Kita tidak boleh mengkafirkan hamba-hamba Allah dengan sebab sesuatu yang tidak menyebabkan Allah mengkafirkanya.
أما ما نقلته عن شيخ الإسلام محمد بن عبد الوهاب فها أنا اتلوه عليكم :
اولاً يقول – رحمه الله – في كتاب وجهه إلى من يصل إليه من المسلمين يعني نصيحة عامة :
((أخبركم أني – ولله الحمد – عقيدتي وديني الذي أدين الله به مذهب أهل السنة والجماعة الذي عليه أئمة المسلمين -ثم مضى يقول -…وأما التكفير فأنا أكفر من عرف دين الرسول ثم بعد ما عرفه سبه ونهى الناس عنه، وعادى من فعله )) مجلد1 ص53
Adapun apa yang saya nukilkan dari Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, maka inilah saya akan bacakan pada kalian:
Pertama: Syaikh –rahimahullah- berkata dalam suatu tulisan yang ia tujukan kepada siapa saja kaum Muslimin yang mendapatkannya, maksudnya nasihat umum:
“Aku mengabarkan kepada kamu sekalian sesungguhnya aku –alhamdulillah- akidahku dan agamaku adalah agama Allah yang sebagaimana dianut oleh mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang juga para Imam kaum muslimin berada di atasnya…” Kemudian seterusnya ia berkata: “…adapun perkara takfiir (pengkafiran) maka Aku mengkafirkan orang yang telah mengetahui agama Rasulullah kemudian setelah mengetahuinya lalu dia mencela agama tersebut dan melarang manusia dari agama tersebut serta memusuhi orang yang mengamalkannya.” Jilid 1 halaman 53.
وفي صفحة 56 في كتاب كتبه إلى عالم من علماء العراق مثل هذا الكلام سواء [ يقصد الشيخ رسالة الإمام إلى السويدي البغدادي :(( وما ذكرت أني أكفر جميع الناس إلا من اتبعني وازعم أن انكحتهم غير صحيحة ! فيا عجباً كيف يدخل هذا في عقل عاقل وهل يقول هذا مسلم او كافر أو عارف أو مجنون ؟ – إلى أن قال – وأما التكفير فأنا أكفر من عرف دين الرسل ثم بعد ما عرفه سبه ونهى الناس عنه وعادى من فعله فهذا هو الذي اكفره وأكثر الامة ولله الحمد ليسوا كذلك])).
Dan pada halaman 56 dalam tulisan yang ia tulis untuk salah seorang ulama dari ulama-ulama Irak; sama seperti perkataannya tadi, (yang Syaikh maksud adalah Surat kepada As Suwaidiy Al Baghdadiy):
“Apa yang kau sebutkan bahwasannya; Aku mengkafirkan semua manusia selain yang mengikutiku dan bahwasannya aku mengklaim bahwa pernikahan mereka tidak sah! Maka sungguh mengherankan bagaimana mungkin hal tersebut masuk di akal orang waras! Dan apakah memungkinkan ini dikatakan oleh seorang Muslim, atau orang Kafir, atau orang ‘arif, atau orang gila!?” Sampai pada perkataannya: “…adapun masalah takfiir (pengkafiran) maka aku mengkafirkan orang yang telah mengetahui agama para Rasul (Islam) kemudian setelah mengetahuinya lalu dia mencela agama tersebut dan melarang manusia dari agama tersebut serta memusuhi orang yang mengamalkannya; maka yang inilah yang aku kafirkan sedangkan kebanyakan umat (Islam) -alhamdulillah- tidaklah seperti itu.”
وفي صفحة 65 في جواب سؤال (( ولا نكفر إلا ما أجمع عليه العلماء كلهم، وهو الشهادتان ، وأيضاً نكفره بعد التعريف إذا عرف فأنكر
Dan pada halaman 65 pada jawaban suatu pertanyaan: “…dan kami tidak mengkafirkan melainkan terhadap sesuatu yang telah diijma’kan oleh para Ulama seluruhnya, yaitu: dua kalimat Syahadat. Dan juga kami mengkafirkan seseorang itu adalah bila setelah kami memberikan penjelasan padanya lalu saat dia telah mengetahui dia tetap mengingkari.”
ثم مضى يقول ص66 ((…وأما الكذب والبهتان: أنّا نكفر بالعموم، ونوجب الهجرة إلينا على من قدر على إظهار دينه، وأنّا نكفر من لم يكفر ولم يقاتل، ومثل هذا وأضعاف أضعافه. فكل هذا من الكذب والبهتان الذي يصدون به عن دين الله ورسوله وإذا كنا لا نكفر من عبد الصنم الذي على عبد القادر والصنم الذي على قبر أحمد البدوي وأمثالهما لاجل جهلهم وعدم من ينبههم فكيف نكفر من لم يشرك بالله إذا لم يهاجر إلينا
Kemudian selanjutnya ia berkata pada halaman 66: “….adapun kebohongan dan kedustaan itu, yakni; pernyataan bahwasannya kami mengafirkan terhadap umumnya manusia, dan bahwasannya kami mewajibkan hijrah kepada kami terhadap orang yang mampu menampakkan agamanya, dan bahwasannya kami mengkafirkan orang yang tidak ikut mengkafirkan dan belum ikut berperang, dan hal yang semisal ini serta yang berlipat-lipatnya; maka itu semua merupakan kebohongan dan dusta! Yang mana dengan sebab hal itulah mereka berusaha menghalangi manusia dari agama Allah dan RasulNya. Apabila kami tidak mengkafirkan orang yang menyembah berhala yang ada di atas kubur Abdul Qadir dan berhala yang ada di atas kubur Ahmad Al Badawiy serta yang semisalnya; karena sebab kebodohan mereka dan tidak adanya orang yang memperingatkan mereka, maka bagaimana mungkin kami mengkafirkan orang yang tidak menyekutukan Allah ketika tidak hijrah kepada kami!?”
صحيح هذا وإلا لا ؟
الصنم الذي على عبد القادر والصنم الذي على قبر أحمد[البدوي] لأجل جهلهم وعدم من ينبههم
فكيف نكفر من لم يشرك بالله إذا لم يهاجر إلينا ؟!
شيخ الإسلام أيضاً له كلام أبين من هذا وأكثر وأعظم في أنه لا بد من قيام الحجة ، والله عز وجل رحمته سبقت غضبه كيف يؤاخِذ من لم يعرف ؟!
Ini benar dan tidak bisa tidak!
(kami tidak mengkafirkan para penyembah) berhala yang ada di atas kubur Abdul Qadir dan berhala yang ada di atas kubur Ahmad Al Badawiy serta yang semisalnya; karena sebab kebodohan mereka dan tidak adanya orang yang memperingatkan mereka, maka bagaimana mungkin kami mengkafirkan orang yang tidak menyekutukan Allah ketika tidak hijrah kepada kami!?”
Syaikhul Islam juga memiliki perkataan yang lebih jelas dari ini dan bahkan lebih banyak dan lebih agung, mengenai bahwasannya; harus ada penegakkan hujjah. Dan Allah ‘azza wa Jalla rahmat (belaskasih)Nya telah mendahului kemurkaanNya, lantas bagaimana mungkin Dia menyiksa orang yang belum mengetahui!?
رجل يظن أن عبادة هذا الولي قربة وهو مسلم يقول أنا أدين بدين الإسلام .
دعونا من الإنسان الذي لم يدخل في دين الإسلام وهو يدين بدين آخر هذ شيء آخر , هذا حكمه حكم أهل الفترة .
لكن رجل يدين بالإسلام يصلي ويشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله ويصوم ويحج لكن يعبد الصنم ولم يأته أحد يقول له أن هذا شرك ، هذا جهل ، ما يدري.
Seseorang yang mengira bahwa ibadah terhadap wali ini merupakan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) sedangkan dia itu seorang Muslim yang mengatakan: ‘aku beragama Islam’.
Kami tidak membahas orang yang belum masuk agama Islam dan dia beragama dengan agama lain, ini perkara lain; maka orang seperti ini hukumnya dihukumi ahli fathrah.
Akan tetapi, seseorang yang beragama Islam, dia shalat dan bersyahadat: laa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan rasuulullaah, dia berpuasa, dia haji, tetapi dia menyembah patung dan belum datang seorangpun yang mengatakan padanya bahwa hal itu adalah syirik, dia itu bodoh, dia tidak mengetahui.
أما الإنسان الذي لم يدخل في الإسلام ويعرف من الإسلام شيء وهو على دين آخر هذا لاشك أنه كافر ، أو إنسان لم يدخل في الإسلام على دين قومه وهو لا يعرف عن الإسلام شيئا ولا ينتمي للإسلام في مجاهيل الدنيا هذا حكمه على القول الراجح حكم اهل الفترة وأنه يكلف يوم القيامة بما شاء الله , ثم ينظر سبيله .
هذا ما أحببت أن أُبينه في هذه المسألة وأن المدار كله على قيام الحجة {لئلا يكون للناس على الله حجة بعد الرسل} , وأي فائدة إذا كان الرسل قد بينوا الحق وأنا لم أعلم به ، أنا ومن لم يأته الرسول على حد سواء .
وبناءاً على عليه يتبين جواب السؤال الذي ذكره الأخ
Adapun orang yang belum masuk Islam dan mengetahui sedikit tentang Islam, dan dia beragama dengan agama lain maka tidak diragukan lagi dia itu kafir.
Atau seseorang yang belum masuk Islam dan berada pada agama kaumnya serta tidak mengetahui sedikit pun tentang Islam dan tidak menisbatkan diri kepada Islam serta berada dalam kebodohan dunia; maka pendapat yang raajih (kuat) orang tersebut dihukumi sebagai ahli fathrah, dan orang itu di hari kiamat akan diberi takliif (diuji) dengan apa-apa yang Allah kehendaki kemudian dia akan diperlihatkan jalannya.
Inilah hal yang saya sukai untuk dijelaskan terkait permasalah (udzur bil jahl) ini, dan bahwasannya semua porosnya kembali kepada: penegakkan hujjah! “….agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu…” (QS. Annisa: 165). Apa faidahnya apabila para Rasul telah menjelaskan kebenaran sedangkan saya belum mengetahuinya!? Jika begitu, Saya dan orang yang belum datang padanya Rasul adalah sama. Maka dengan dasar inilah menjadi jelas jawaban dari pertanyaan yang tadi disebutkan oleh Saudara.
الشيخ : نعم
سائل : حكم الجهال الذين يعيشون في أوساط فيها علماء أهل البدع فيلتبس عليهم ولا يستفيدون من علماء أهل الحق ما يكشف عنهم ذلك؟ [ذكرت السؤال بالمعنى لأنه غير واضح ]
Syaikh: Ya.
Penanya: Hukum orang-orang bodoh yang hidup di tengah-tengah lingkungan yang padanya ada ulama-ulama ahli bid’ah sehingga kebenaran tersamarkan bagi orang-orang bodoh itu dan mereka tidak mendapatkan faidah ilmu dari ahli kebenaran, hal itu tidak tersingkap pada mereka?
الشيخ : إذا كانوا يسمعون من ينادي بالحق فهؤلاء غير معذورين هؤلاء مفرطون ولا نستطيع أن نحكم بكفرهم ولا عدم كفرهم قد نقول إن تفريطهم هذا معصية لإن الواجب انه لما قيل لهم إن هذا شرك وقال لهم من لا يثقون بهم لأنهم سيثقون بعلماءهم أكثر ، الواجب عليهم أن يبحثوا ويتوقفوا .
Syaikh Al Utsaimin berkata: Apabila mereka mendengarkan orang yang menyeru dengan kebenaran, maka mereka itu tidak mendapat udzur, mereka itu orang-orang yang lalai, dan kita pun tidak bisa menghukumi mereka dengan kekufuran dan tidak bisa juga menghukumi dengan ketidakkufuran, mungkin saja bisa kita katakan bahwa kelalaian mereka itu merupakan maksiat karena yang wajib bagi mereka itu ketika dikatakan pada mereka bahwa; ini syirik, -sedangkan yang berkata pada mereka itu orang yang tidak mereka percayai karena mereka hanya akan lebih percaya kepada ulama mereka-; maka yang wajib bagi mereka itu mencari (kebenaran) dan berhenti (dari kesyirikan).
فقد يقال إنهم عصوا بعدم البحث وهم باقون على الحكم بما يقتضيه الجهل أي بمعنى أنهم مسلمين .
وقد نقول إنهم لما فرطوا فإنهم لا يعذرون لإن الواجب أن يبحثوا.
واظن أن شيخ الإسلام – رحمه الله – قال إن هؤلاء يعتبرون مفرطين ومقصرين في طلب الحق ولكن لا يحكم بكفرهم ، اظن ظناً ولا تعتمدوا هذا حتى تراجعوه )).ا.هـ
[شرح كتاب التوحيد من صحيح البخاري – شريط رقم 21-الوجه ب]
Dan terkadang pula dikatakan; bahwa mereka itu bermaksiat karena tidak mencari (kebenaran) dan mereka tetap dihukumi dengan apa-apa yang menjadi konsekuensi kebodohan, yakni; bahwasannya mereka itu dihukumi sebagai kaum Muslimin. Dan terkadang juga kita katakan; bahwasannya mereka itu tatkala lalai maka mereka tidak diberi udzur karena wajib bagi mereka mencari (kebenaran).
Saya kira Syaikhul Islam –rahimahullah- berkata: sesungguhnya mereka itu dianggap sebagai orang-orang yang lalai dan malas dalam mencari kebenaran, akan tetapi mereka tidak dihukumi kufur.
Saya ini mengira-ngira saja, kalian jangan bersandar pada (perkiraan saya) ini sampai kalian menelitinya kembali.
=======
Sumber: Syarhu Kitaabit Tauhiid Min Shahiihil Bukhaariy –kaset no. 21, bagian B-.
http://m-noor.com/showpost.php?p=9256&postcount=1
Alih bahasa : Mochammad Hilman Alfiqhy