Kritik Ibnu Khaldun dan Ibnul Arabi terhadap kurikulum Kuttab

Para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa diantara mata pelajaran wajib pada pendidikan anak-anak kaum muslimin setingkat sekolah dasar di masa kejayaan umat Islam dahulu adalah tahfizh Al Quran. (baca juga di sini.)

Hal tersebut tidak hanya diakui oleh para ahli pendidikan Islam terdahulu, bahkan seorang filsuf yang sekaligus ahli kedokteran semacam Ibnu Sina (Wafat 1035 M. Di Hamedan, wilayah Iran. Dan ia terjerumus pada penyimpangan akidah) pun masih mengakui pentingnya tahfizh Al Quran bagi pendidikan dasar anak-anak. Ibnu Sina berkata: “Apabila persendian tulang sang anak telah menguat, lisannya telah lancar, siap untuk ditalqin (dibacakan pelajaran) maka mulailah dia untuk menghafal Al Quran, gambarkan untuknya huruf-hurug hijaiyah, bacakan pokok-pokok ajaran Islam. Dan apabila dia sudah selesai mempelajari Al Quran dan dasar-dasar ilmu bahasa maka amatilah skill profesi apakah kelak yang dia inginkan kemudian arahkanlah dia kepada jalan untuk (meraih)nya.” Apa yang dikatakan Ibnu Sina itu tidak mengherankan karena memang dia sendiri yang juga mengisahkan tentang pengalamannya pendidikan di masa kecil bahwasannya ia telah mengkhatamkan (menyelesaikan) Al Quran dan telah banyak mempelajari adab (satra) tatkala ia berumur 10 tahun.[1]

Akan tetapi, ternyata Ibnu Khaldun (wafat di Mesir 1506 M) menkritisi kebiasaan yang telah banyak tersebar di negeri kaum Muslimin terkait pelajaran Tahfizh Al Quran bagi anak-anak. Ibnu Khaldun sebenarnya mengikuti jejak pemikiran Ibnul Arabi (Wafat 1148 M di Al-Isybiliyah/Seville, Spanyol), kedua ahli ilmu tersebut menilai bahwa hendaklah anak-anak dilatih dahulu pemahamannya dan dibekali terlebih dahulu dengan ilmu-ilmu lain sebelum diberi pelajaran Tahfizh Al Quran[2], sehingga takala nanti menghafal Al Quran maka anak-anak akan menghafalnya dengan disertai memahami maknanya.

Para ahli pendidikan Islam menganggap Kritik  dan usulan tersebut sebagai suatu kritik yang cukup berani dan nyeleneh,[3] karena benar-benar menabrak kebiasaan metode pendidikan yang ada di zaman mereka berdua dan juga menyelisihi metode yang telah dipraktekan turun temurun dari sejak permulaan kebangkitan umat Islam, sehingga usulan tersebut sangat susah untuk dipraktikkan pada saat itu. Karena itulah, Ibnu Khaldun mengakui bahwa keadaan di zamannya tidak memungkinkan terealisasinya metode yang ia usulkan itu.[4] Bahkan tatkala Ibnu Khaldun menjelaskan keadaan pendidikan anak-anak muslim di Andalusia tempat lahir dan meninggalnya Ibnul Arabi, ia menyebutkan bahwa mazhab para ahli pendidikan anak-anak di Andalusia benar-benar memprioritaskan Tahfizh Al Quran karena Al Quran merupakan sumber ajaran Islam, kemudian mereka pun mengajarkan juga pelajaran tambahan lainnya seperti syair-syair Arab dan kaligrafinya serta tatabahasa Arab.[5]

Sebenarnya, fakta-fakta tersebut merupakan sanggahan terhadap kritikan Ibnu Khaldun dan Ibnul Arabi bahwasannya metode prioritas Tahfizh Al Quran dalam pendidikan dasar untuk anak-anak merupakan suatu kurikulum yang telah teruji dari zaman dahulu yang telah banyak menghasilkan para ilmuan hebat, baik itu para ulama Islam maupun para ahli sains.[6]

Catatan penting yang harus ditekankan dari kilasan pemaparan di atas bahwa kritik kedua ahli ilmu tersebut bukan dalam rangka usaha untuk meniadakan kurikulum Tahfizh Quran dalam pendidikan dasar, tetapi mereka hanya mengusulkan agar tahfizh Al Quran diundurkan sampai anak-anak diberi bekal pelajaran yang cukup terlebih dahulu agar nantinya mudah dalam menghafal dan memahami kandunag Al Quran tatkala dipelajari. Oleh karena itu, dari sini dapat disimpulkan bahwa seluruh para ahli ilmu bersepakat bahwa pelajaran Tahfizh Al Quran merupakan kurikulum yang pasti ada pada pendidikan dasar kaum muslimin dari zaman ke zaman, sampai akhirnya pada zaman sekarang ini sistem pendidikan umat Islam teracuni metode pendidikan barat yang sekuler sejak masa kolonialisme. Kaum muslimin kini mulai merasa asing dengan tahfizh Al Quran.

***

Disusun oleh: Mochammad Hilman Alfiqhy

Rujukkan:

Ar Risaalatul Mufashshalah li Ahwaal Al Muta’allimiin, Ta’liiq Ahmad Khalid.

At Tarbiyatul Islamiyyah Ushuuluha wa Tathawwuruha, karya M. Munir Mursi.

-At Tarbiyah fil Islam, karya Ahmad Fuad Al Ahwani.

 

================

Catatan Kaki:

[1]  –At Tarbiyah fil Islam, karya Al Ahwani. Hal. 181

[2]  –At Tarbiyatul Islamiyyah Ushuuluha wa Tathawwuruha, hal. 206

[3]  –Ar Risaalatul Mufashshalah li Ahwaal Al Muta’allimiin, Ta’liiq Ahmad Khalid, hal. 25

[4]  –At Tarbiyatul Islamiyyah Ushuuluha wa Tathawwuruha, hal. 170

[5]  –Ar Risaalatul Mufashshalah li Ahwaal Al Muta’allimiin, Ta’liiq Ahmad Khalid, hal. 21

[6]At Tarbiyatul Islamiyyah Ushuuluha wa Tathawwuruha, hal. 206

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: