Hukum wanita haid atau nifas wudhu sebelum tidur

Apakah wanita haid atau nifas disunahkan wudhu sebelum tidur?

Pertanyaan di Grup WA Info kajian Muslimah Bandung.

============

 

Jawaban:

Alhamdulillah,

Mari kita perhatikan nukilan riwayat-riwayat dan keterangan para ulama berikut ini,

فعَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ : سَأَلْتُ عَائِشَةَ أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْقُدُ وَهُوَ جُنُبٌ قَالَتْ : نَعَمْ ، وَيَتَوَضَّأُ . رواه البخاري (282 ) .

Abu Salamah berkata: Aku bertanya kepada Aisyah –radhiallahu ‘anha- apakah dahulu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah tidur dalam keadaan junub? Maka Aisyah menjawab: “Iya, dan beliau (Nabi) pun berwudhu”.  (HR. Bukhari, 282)

 وعَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاة (رواه مسلمِ 305)

Aisyah –radhiallahu ‘anha- berkata: “Dahulu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- apabila junub lalu hendak makan atau tidur maka beliau wudhu dengan cara wudhu untuk shalat.” (HR. Muslim).

Ibnu Rajab Al Hanbali –rahimahullah- berkata:

وقد دلت هَذهِ الأحاديث المذكورة في هَذا الباب : على أن وضوء الجنب يخفف جنابته

“Hadits-hadits tersebut dalam bab ini menunjukkan bahwasannya wudhu orang yang junub akan meringankan junubnya.” (Fathul Baari, Ibnu Rajab. 1/358)

Ibnu Hajar Al Asqalani –rahimahullah- menukilkan:

وقال ابن دقيق العيد : نصَّ الشافعي رحمه الله على أن ذلك ليس على الحائض ؛ لأنها لو اغتسلت لم يرتفع حدثُها بخلاف الجنب لكن إذا انقطع دمها استحب لها ذلك .

Ibnu Daqiq Al ‘id berkata: “Imam Syafi’i menyatakan bahwa wudhu tersebut bukan untuk wanita yang haid karena seandainya wanita haid itu mandi besar (namun masih haid) maka hadats besarnya tetap tidak hilang, berbeda halnya laki-laki yang junub (apabila mandi besar maka hadatsnya langsung hilang). Tetapi apabila wanita haid itu darah haidnya sudah berhenti maka ia boleh berwudhu.” (Fahul Baari, Ibn Hajar. 1/395)

Imam Nawawi –rahimahullah- berkata:

 وأصحابنا متفقون على أنه لا يُستحب الوضوء للحائض والنفساء [يعني : قبل النوم] ؛ لأن الوضوء لا يؤثر في حدثهما ، فإن كانت الحائض قد انقطعت حيضتها صارت كالجنب ، والله أعلم . انتهى . (شرح مسلم  [ 3 / 218]) .

“Sahabat-sahabat kami (yang semazhab) sepakat bahwa tidak disunnahkan wudhu bagi yang haid atau nifas (sebelum tidurnya)  karena wudhu tidak akan berpengaruh bagi hadats besarnya. Adapun apabila haidnya telah berhenti maka ia sama seperti laki-laki junub.” (Syarhu Muslim, 1/218).

Kesimpulan keterangan di atas bahwasannya:

  1. Orang yang junub dianjurkan wudhu sebelum makan atau minum, karena wudhunya itu akan meringankan junubnya.
  2. Wanita haid dan nifas tidak dianjurkan wudhu seperti itu dikarenakan darah haid itu keluar secara terus menerus sehingga seandainya ia wudhu atau mandi besar pun maka tidak ada pengaruhnya.
  3. Apabila wanita yang haid atau nifas itu darahnya sudah berhenti, namun belum sempat mandi besar, maka saat itulah bisa dianalogikan bagaikan orang junub sehingga dianjurkan pula wudhu apabila hendak makan atau tidur.

Wallau a’lam bish shawab

Jawaban disusun oleh: Mochammad Hilman Alfiqhy

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: