Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Bukhari, Dahulu Pernah Belajar Tahfizh Al Quran di Kuttab

Dua ulama besar yang menjadi panutan di negeri kita, Imam Syafi’i dan Imam Bukhari -rahimahumallah-, mereka belajar tahfizh Al Quran di kuttab pada saat masa mereka masih kecil. Setelah selesai belajar di Kuttab, kemudian mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu fokus mempelajari cabang-cabang bidang ilmu syar’i lainnya.

Imam Muhammad bin Idris atau dikenal dengan Imam Asy Syafi’i –rahimahullah- pernah bertutur mengenai kisah perjuangannya dalam menuntut ilmu ketika masa kecilnya:

كنت يتيما في حجر أمي فدفعتني في الكتاب، ولم يكن عندها ما تعطي المعلم، فكان المعلم قد رضي مني أن أخلفه إذا قام، فلما ختمت القرآن دخلت المسجد فكنت أجالس العلماء، وكنت أسمع الحديث أو المسألة فأحفظها، فكنت أجالس العلماء، وكنت أسمع الحديث أو المسألة فأحفظها، ولم يكن عند أمي ما تعطيني أن أشتري به قراطيس قط، فكنت إذا رأيت عظما يلوح آخذه فأكتب فيه، فإذا امتلأ طرحته في جرة كانت لنا قديما،

 “Dahulu Aku seorang yatim, tinggal di rumah ibuku, lalu ibuku mengantarku ke Kuttab. Ibuku tidak memiliki sesuatu untuk diberikan kepada pengajar di Kuttab itu, tetapi saat itu pengajar tersebut senang bila Aku menggantikannya sementara ia pergi. Tatkala Aku telah menyelesaikan hafalan Qur’an maka Akupun masuk masjid untuk mengikuti majlis para Ulama sehingga saat Aku mendengarkan hadits atau suatu permasalah ilmiah maka Aku menghafalnya. Pada saat itu, Ibuku tidak memiliki sesuatu apapun yang bisa Aku gunakan untuk membeli kertas! Sehingga apabila Aku melihat batang tulang maka Aku menggunakannya untuk menulis padanya dan apabila telah penuh dengan tulisan maka Aku lemparkan ke dalam gentong milik kami dahulu…..” (Jaami’ Bayaanil ilmi wa fadhlih, 413)

 Demikian juga Imam Ahmad bin Hanbal yang merupakan salah satu murid Imam Syafi’i -rahimahumallah-, Imam Ahmad pernah mengisahkan kenangan di masa kecilnya, sebagaimana dihikayatkan oleh Abu Bakar Al Marruzi bahwasannya dahulu Imam Ahmad mengatakan kepadanya:

 كنتُ وأنا غُليم أختلف إلى الكتّاب، ثم اختلفت إلى الديوان وأَنا ابن أَربع عشرة سنة

“Dahulu ketika Aku masih seorang anak kecil, Aku selalu bulak-balik (belajar) ke Kuttab. Kemudian, saat Aku berumur 14 tahun, Aku bulak-balik ke tempat Dewan (semacan tempat menulis administrasi).” (Manaaqib Al Imam Ahmad, Libnil Jauzi, 23).

Adapun kisah Imam Bukhari, sebagaimana yang dihikayatkan oleh Imam Ibnu Abi Hatim tatkala bertanya kepada Imam Bukhari –rahimahumallah-: “Bagaimanakah urusanmu bermula?” Maka Imam Bukhari menjawab:

ألهمت حفظ الحديث وأنا في الكتاب

“Aku diberi ilham untuk menghafal hadits sejak Aku (masih belajar) di Kuttab.”

 Dikatakan padanya: Berapakah umurmu ketika itu?” ia menjawab:

عشر سنين، أو أقل، ثم خرجت من الكتاب بعد العشر، فجعلت أختلف إلى الداخلي وغيره .

 “10 tahun atau kurang, kemudian Aku keluar (selesai) dari Kuttab setelah berumur 10 tahun lalu Aku bulak-balik (mengadiri majlis ilmu) kepada Imam Ad Daakhili dan yang lainnya.” (Siyaru A’laam An Nubalaa’, 12/393).

Imam Syafi’i (w. 204 H.) ketika masih kecil tinggal di Mekah, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) di masa kecilnya tinggal di Baghdad, adapun Imam Bukhari (w. 256 H.) saat kecilnya tinggal di Bukhara (wilayah Uzbekistan). Ini menunjukan bahwa pendidikan dasar untuk anak-anak yang telah masyhur di dunia Islam pada saat itu adalah Kuttab.

Para Imam tersebut hidup di masa keemasan Islam (Islamic Golden Age), ini adalah istilah para orientalis dalam menyebut masa kemajuan umat Islam dalam hal sains, ekonomi, dan budaya dalam sejarah umat Islam (Lihat wikipedia). Maka, belajar tahfizh Al Quran bukan penyebab kemunduran dan bukan juga perusak peradaban,  namun justru merupakan sistem pendidikan dasar yang terbukti menyertai masa-masa kejayaan umat Islam.

Kuttab yang merupakan tempat pendidikan anak-anak untuk belajar baca, tulis, dan menghafal AlQuran, serta ilmu-ilmu dasar agama; telah ada sejak generasi awal dakwah Islam. Di sebagian negeri Islam, istilah Kuttab memiliki penyebutan yang berbeda walaupun pelajaran pokok yang diajarkan hampir sama, yaitu menghafal Al Quran. Adapun masyarakat Sudan menyebutnya Al Khalaawii, dan penduduk Somalia menyebutnya  Mal’amah atau Daksii, sedangkan masyarakat Maghribi dan Mauritania menyebutnya Al Mahaadir. (Min Rawaa-i’ Hadharaatina, 129).

Kemudian apabila anak-anak telah menyelasaikan pendidikan di kuttab maka selanjutnya mereka secara mandiri menuntut ilmu yang mereka gandrungi, baik itu ilmu agama dengan berbagai cabangnya atau ilmu umum.

 

===

Ditulis oleh Mochammad Hilman Al Fiqhy

 

(pembahasan selanjutnya tentang penjurusan pendidikan ini bisa dibaca di https://sabiluna.net/category/minat-dan-bakat/)

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: