Masalah senioritas (keterdahuluan) dalam iman dan komitmen pada manhaj Salafiy memiliki nilai yang besar dalam agama Allah ini yang berkonsekwensi terhadap orang-orang yang datang belakangan untuk tidak melangkahi orang-orang yang telah lebih dahulu, atau pun berusaha membicarakan dengan tidak benar akan peran mereka dan jejak mereka.
{وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ}
Artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ‘Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Surat Al-Hasyr/59:10)
Senioritas tersebut selalu berulang pada setiap generasi, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
(في كل قرن من أمتي: سابقون (الصحيحة: ٢٠٠١Artinya: “Di setiap generasi pada umatku terdapat orang-orang seniornya.” (Ash-Shahiihah : 2001).
Dan tidak bisa dikatakan “Yang diperhitungkan adalah dengan kejujuran seseorang bukan dengan senioritas seseorang”, Karena seseorang tidak bisa disebut senior kecuali memang orang itu tetap langgeng sebagai orang jujur.
Wallaahu a’lam.
(Diterjemahkan dari kitab: Basha-ir Dzawi As syarf Bimarwiyyaat Manhaj As Salaf, halaman 29 Oleh Ustadz Muhammad Hilman Alfiqhy, Lc -hafidzahullah-. Dikutip Dari Group WA Alumni Ma`had Minhaajus-sunnah).