Syaikh Muhammad Jamil Zainu -rahimahullah- menjelaskan bahwa:
Siapapun yang membaca sejarah perjuangan dakwah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pasti akan mendapati adanya tahapan-tahapan berikut ini:
[1]. TAHAPAN DAKWAH TAUHID:
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tinggal di Mekah selama 13 tahun, dan selama itu beliau (memprioritaskan) mendakwahkan Tauhid kepada kaumnya, serta agar mereka menjauhi kesyirikan, sampai akhirnya keyakinan para Sahabat Rasulullah kokoh dengan Tauhid. sehingga mereka pun menjadi para pemberani yang tidak pernah takut kecuali hanya kepada Allah!
Maka para da’i penyeru Sunnah wajib meneladani sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam berdakwah.
[2]. TAHAPAN SALING MEMPERSAUDARAKAN (Al-Ukhuwah):
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah hijrah dari Mekah ke Madinah untuk membentuk masyarakat Islami yang berdasarkan rasa saling mengasihi. Maka yang pertamakali beliau mulai adalah membangun masjid tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, dan kaum muslimin berkumpul di masjid sebanyak lima kali dalam sehari untuk menyusun kehidupan mereka dengan ilmu.
Lalu Rasulullah ketika di Madinah pun bersegera untuk mempersaudarakan kaum Anshar yang merupakan penduduk asli Madinah dengan kaum Muhajirin yang telah berhijrah dari Mekah dan meninggalkan harta mereka, sehingga kaum Anshar pun menawarkan harta mereka untuk diberikan kepada kaum Muhajirin dan bahkan menawarkan bantuan untuk semua kebutuhan kaum Muhajirin.
Sehingga menjadikan mereka bersaudara serta saling mencintai yang tumbuh karena keimanan dan Tauhid yang benar.
[3]. TAHAPAN PERSIAPAN (Al-Isti’daad):
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi….” (QS. Al Anfal: 60).
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menafsirkan ayat tersebut dengan sabdanya:
أَلَا إِنَّ القُوَّةَ الرَّمْيُ
Artinya: “Ketahuliah, sesunggahnya kekuatan itu adalah Al-Ramyu (menembak)!”
(HR. Muslim).
Berlatih dan mengajarkan keahlian menembak merupakan kewajiban bagi semua muslim sesuai dengan kesanggupannya. Maka meriam, tank, pesawat, dan lain sebagainya dari berbagai macam senjata itu membutuhkan pelajaran cara (penggunaan) menembakannya. Seandainya para siswa sekolahan mempelajari keahlian menembak dan mereka mengadakan perlombaannya, tentu mereka akan mendapatkan manfaat keahlian yang dapat digunakan untuk membela Islam dan tempat-tempat suci umat Islam (seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha)!
Akan tetapi, anak-anak itu hanya menghabiskan waktunya untuk bermain permainan yang tidak bermanfaat bahkan menyelisihi syari’at Islam.
[4] . Tatkala kita kembali kepada akidah Tauhid yang benar, sehingga kita pun bersatu bagaikan saudara yang saling mencintai, serta kemudian kita pun telah mempersiapkan berbagai senjata untuk menghadapi musuh, maka insya Allah kemenangan pasti diperoleh kaum muslimin sebagaimana telah nyata kemenangan kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan juga kepada para sahabatnya sepeninggal beliau. Allah Ta’ala telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (٧)
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7).
[5] . Tahapan-tahapan tersebut jangan dipisah-pisah, yakni harus saling melengkapi antara tahapan yang satu dengan yang lainnya. Misalnya tahapan mempersaudarakan itu harus diawali dan dibarengi dengan tahapan penggemblengan akidah Tauhid!
============
Diringkas oleh Mochammad Hilman Al Fiqhy
Dari Kitab: Manhaj Al-Firqah An-Naajiyah wa Ath-Thaa’ifah Al-Manshuurah, (al-Tab’ah al-‘Aasyirah. www.almoswarat.com.). Halaman 86-88.
Baca juga artikel:
Pemberontakan Hanya Akan Menghasilkan Madharat Kehancuran Yang Lebih Besar ; dan
Penjelasan Moto “Changing The Nation Through Education”