Masalah ini penting untuk dibahas karena ada sebagian orang yang tatkala sangat kecewa dan pesimis dengan sistem pendidikan sekolah saat ini, lantas kemudian ia menganggap bahwa sekolah merupakan bentuk pendidikan yang salah dan harus ditinggalkan secara total sehingga pendidikan yang baik menurutnya hanya di rumah atau home schooling? Berikut ini beberapa keterangan dan riwayat dari generasi salaf shalih yang merupakan generasi yang seharusnya kita teladani dalam proses mendidik anak-anak kita.
Kegiatan Belajar Mengajar di Rumah
Memang pada sebagian keluarga, tidak bisa dipungkiri bahwa ada orang tua yang mampu mendidik anak-anaknya di rumah, dan hal itu pernah terjadi di masa Nabi. Suatu ketika Rasulullah –shallalahu ‘alaihi wa sallam– bersabda kepada orang-orang yang datang kepada beliau dan cukup lama belajar kepada beliau:
ارْجِعُوا إلى أهْلِيكُمْ، فأقِيمُوا فيهم وعَلِّمُوهُمْ ومُرُوهُمْ
“Pulanglah kalian kepada keluarga kalian dan didiklah mereka!”[1]
Atau ada juga orang tua yang karena ada faktor-faktor penting lain yang menyebabkan orang tua tidak sempat mengajar anak-anaknya walaupun mampu, maka ia mendatangkan pengajar ke rumahnya untuk mendidik anak-anaknya. Ini pun pernah terjadi pada sahabat Nabi, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash –radhiallahu ’anhu– memanggil seorang lelaki dari Iraq untuk mengajarkan Al Quran kepada anak-anaknya dan ia memberikannya upah.[2] Ibn Hajar -rahimahullah- meriwayatkan bahwa Syifa binti Abdullah Al Adawiyyah Al Qurashiyyah adalah salah seorang perempuan pertama yang hijrah, dia diperintahkan oleh Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam– untuk mengajarkan baca tulis kepada Hafshah ummul Mu’minin[3].
Akan tetapi, tatkala berdiri kedaulatan umat Islam di Madinah, maka kebutuhan-kebutuhan fasilitas untuk media dakwah pun semakin besar dan begitu pula kebutuhan fasilitas pengaturan negara semakin banyak. Sehingga hal tersebut menuntut kegigihan yang besar terhadap eksistensi pendidikan yang lebih besar untuk mendidik umat pada umumnya secara lebih masif dan terstruktur sehingga mampu menjadi generasi yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Pendidikan seperti itu tentu tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pendidikan keluarga masing-masing semisal home schooling, karena telah dimaklumi bersama bahwa tidak semua keluarga memiliki kemampuan yang layak dalam mendidik.
Kegiatan Belajar Mengajar secara bersama-sama atau di sekolah
Proyek pertama yang dibangun oleh Rasulullah –shallalahu ‘alaihi wa sallam– tatkala sampai ke Madinah adalah membangun masjid Nabawi, yang akan menampung proyek besar untuk proses pendidikan umat, kemudian didirikan pula delapan masjid lainnya di wilayah lainnya. Di masjid-masjid itulah manusia berkumpul untuk melaksanakan shalat wajib 5 kali sehari, dan dilaksanakannya majlis-majlis ilmu, dan kegiatan-kegiatan penting lainnya. Bergitulah peran penting masjid yang berlanjut secara turun temurun. Di pinggiran masjid kota Madinah terdapat pula markaz pendidikan lainnya,
Ubadah bin Shamit –radhiallahu anhu– pernah berkisah:
علمت ناساً من أهل الصفة الكتابة والقرآن
“Aku telah mengajarkan menulis dan Al Quran kepada orang-orang yang tinggal di Shuffah.”[4]
Di samping masjid Nabawi, didirikan pula tempat-tempat lain untuk pembelajaran di kota Madinah, sebagaimana yang diisyaratkan dalam pernyataan Ibnu Mas’ud –radhiallahu anhu-, ia berkata:
قرأت من في رسول الله صلى الله عليه وسلم سبعين سورة وزيد بن ثابت له ذؤابة في الكُتَّاب
“Aku telah membaca tujuh puluh surat Al Quran, langsung dari mulut mulia Rasulullah –shallalahu ‘alaihi wa sallam-, sedangkan Zaid bin Tsabit, yang saat itu memiliki (dzu-abah) jambul di kepalanya, masih di Kuttab.”[5]
Demikian juga Anas bin Malik –radhiallahu anhu- telah mengabarkan adanya Kuttab dan Mu’addib (pengajarnya) di masa Khulafah Rasyidin.[6]
Kuttab adalah suatu tempat yang khusus menampung anak-anak untuk dididik baca tulis Al Quran serta menghafalnya, dan diajarkan juga dasar-dasar ilmu lainnya. Pada zaman sekarang, sama seperti madrasah Ibtidaiyah atau sekolah dasar.
Dari nukilan-nukilan sejarah tersebut, dapat diketahui bahwa sistem pembelajaran seperti sekolah yang merupakan tempat menitipkan anak-anak untuk belajar bersama, sudah ada sejak zaman generasi awal Islam.
[1] HR. Bukhari, no. 97
[2] Ibnu Sahnun, kitab Aadaab al mu’allim, 37.
[3] dalam bukunya, Al-Ishaabah (7: 727)
[4] Riwayat Musnad Ahmad, 5/315
[5] Riwayat Musnad Ahmad, 1/389, dan Al khatib dalam Al Jaami’ 2/92, meriwayatkan dengan lafaz, “dan sungguh Zaid saat itu pulang pergi ke Kuttab.”
[6] (Ibnu Jarir, Al Ishabah 1:462, [dinukil dari kitab ‘Ashrul Khilaafah Al Raasyidah, karya Akram Al Umr]).