Sunnah Shalat Jenazah Dilaksanakan di Luar Masjid

 “Bapak ini biasa shalat di masjid itu, tapi kenapa kok pas meninggal malah dishalatkan di luar masjid, dan tidak dishalatkan di dalam masjid itu!?”

Begitulah sebagian keluhan warga. Namun, keluhan itu wajar karena memang keterangan mengenai tempat menshalatkan jenazah yang disunnahkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– belum banyak diketahui kebanyakan kaum Muslimin.

Untuk lebih memperkenalkan Sunnah Rasul dalam permasalahan ini, maka berikut ini kami bawakan pembahasan ringkasnya.

  • Boleh hukumnya melaksanakan shalat jenazah di Masjid, berdasarkan Hadits dari ‘Aisyah –radhiallahu ‘anha– ia berkata:

“Tatkala Sa’ad bin Abi Waqqash wafat, maka istri-istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengutus utusan menyampaikan agar mereka membawa jenazahnya melewati ke dalam Masjid sehingga istri-istri Nabi bisa menshalatinya. Maka mereka melakukannya dan meletakan jenazahnya di dekat bilik-bilik rumah istri-istri Nabi dan mereka pun menshalatinya, lalu jenazahnya itu dikeluarkan dari pintu Jana-iz yang dahulu berada di arah Maqa’id (arah timur masjid Nabawi, disamping Bab Jibril. –pent.).

Lalu, sampai kabar kepada istri-istri Nabi bahwa manusia mencela hal tersebut (yakni; dishalatkannya jenazah di dalam Masjid –pent.) dan mereka mengatakan: ‘[ini adalah bid’ah], tidak selayaknya jenazah-jenazah itu dimasukkan ke dalam masjid!’ Lalu hal ini sampai kepada Aisyah, maka ia berkata:

 ما أسرع الناس إلى أن يعيشوا مالا علم لهم به، عابوا علينا أن يمر بجنازة في المسجد، [ والله ] ما صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم على سهيل بن بيضاء [ وأخيه ] إلا في جوف المسجد

“Betapa terburu-burunya manusia dalam mencela sesuatu yang tidak mereka ketahui ilmunya! Mereka mencela kita yang memasukkan jenazah melewati dalam masjid!? Demi Allah! Tidaklah Rasulullah menshalati Suhail bin Baidha [dan saudaranya] melainkan di tengah Masjid.” (HR. Muslim 3/63, dan Baihaqiy 4/51).

Hadits Aisyah tersebut menjadi dalil bolehnya menshalatkan jenazah di dalam masjid, dan sebenarnya sekaligus menjadi dalil bahwa shalat Jenazah itu disunnahkan di luar masjid!?

Yakni, Hadits Aisyah tersebut dibawa kepada pemahaman bahwasannya kejadian menshalatkan jenazah di dalam masjid tersebut adalah disebabkan karena adanya alasan tertentu.

(Hadits tersebut difahami demikian) karena tentunya (sunnah menshalatkan jenazah di luar masjid) tidak tersembunyi lagi bagi Sayidah Aisyah dan Ummahaatul Mukminin (istri-istri Nabi). Oleh karena itu, pasti mereka tidak akan meminta memasukkan jenazah tersebut ke dalam masjid bila tanpa adanya udzur.

Karena memang pada asalnya; shalat jenazah lebih utama dilaksanakan di luar masjid, yakni; di suatu tempat yang telah dipersiapkan untuk menshalatkan jenazah-jenazah. Ini meerupakan kebiasaan dahulu di zaman Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan inilah yang biasanya dilakukan pada saat itu berdasarkan petunjuk beliau. Dalam hal ini terdapat beberapa hadits yang menjadi landasan dalilnya, diantaranya adalah:

Dalil Pertama:

Dari Ibnu Umar –radhiallahu ‘anhu-; ia berkata:

أن اليهود جاؤوا إلى النبي صلى الله عليه وسلم برجل منهم. وإمرأة زنيا، فأمر بهما فرجما، قريبا من موضع الجنائز عند المسجد

“Sesungguhnya orang-orang Yahudi datang kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dengan membawa seorang laki-laki dari mereka dan seorang wanita; sedangkan mereka berdua telah berzina, maka Beliau memerintahkan agar mereka berdua dirajam di dekat tempat (yang biasa untuk menshalatkan –pent.) jenazah-jenazah di samping Masjid.”

HR. Bukhari, 3/155, dan bahkan Imam Bukhari menulis Bab khusus tentang ini di dalam kitab Shahih Bukhari, yaitu;” باب الصلاة على الجنائز بالمصلى والمسجد “(Bab Shalat jenazah di mushalla [yakni; lapangan tempat shalat selain masjid] dan di masjid).

Ibnu Hajar dalam Fathul Baariy mengatakan: “sesungguhnya tempat (menshalatkan) jenazah tersebut dahulu menempel dengan Masjid Nabi di arah timur.” Dan pada tempat lain (12/108) ia berkata:

والمصلى الذي كان يصلى عنده العيد والجنائز هو من ناحية بقيع الغرقد

“Tempat menshalatkan tersebut (mushalla) adalah tempat yang dahulu digunakan padanya shalat ‘Ied dan shalat Jenazah, yaitu di arah pemakaman Baqi’ Gharqad.”

Dalil Kedua:

dari Jabir –radhiallahu ‘anhu-; ia berkata:

عن جابر قال: ” مات رجل منا، فغسلناه..ووضعناه لرسول الله صلى الله عليه وسلم حيث توضع الجنائز عند مقام جبريل، ثم آذنا رسول الله بالصلاة عليه فجاء معنافصلى عليه..”

“seorang laki-laki dari kami telah meninggal lalu kami memandikannya…. dan kami meletakkannya untuk Rasulullah  di suatu tempat yang biasanya jenazah diletakkan padanya, yakni di samping ‘maqom Jibril’. Kemudian kami mengabarkan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– agar menshalatkannya lalu beliau pun datang bersama kami… maka beliau menshalatkannya…” (HR. Hakim 2/58)

Dalil Ketiga:

Dari Muhammad bin Abdullah bin Jahsyi, ia berkata:

كنا جلوس بفناء المسجد حيث توضع الجنائز ورسول الله صلى الله عليه وسلم جالس بين ظهرانينا فرفع رسول الله صلى الله عليه وسلم بصره إلى السماء..

“Dahulu kami sedang duduk-duduk di pekarangan masjid yang biasa jenazah diletakkan padanya dan Rasulullah duduk di antara kami, lalu Rasulullah mengangkat pandangan beliau ke langit….” (HR. Ahmad 5/289, dan Hakim 2/24; ia berkata: ini hadits shahih isnad).

Dalil Keempat:

Dari Abu Hurairah; ia berkata:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نعى النجاشي في اليوم الذي مات فيه، خرج إلى المصلى، فصف بهم وكبر أربعا

“Sesungguhnya Rasulullah mengabarkan kematian Najasyi pada hari kematiannya, beliau pun keluar menuju tempat shalat lalu beliau membuat shaf dengan mereka dan beliau bertakbir empat kali (yakni; shalat jenazah. –pent.)….” (HR. Bukhari (3/90), Muslim (3/54) dan yang lainnya).

[Pembahasan dalil-dalil di atas disarikan dari kitab: Ahkaamul Janaa-iz, karya Syaikh Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah-]

Dari keterangan-keterangan di atas tentu dapat kita fahami bahwa menshalatkan jenazah di luar masjid bukan berarti tidak menghormati jenazah, karena justru Rasulullah-lah yang mengajarkan dan membiasakan shalat jenazah di luar masjid, dan beliau adalah orang yang paling berbelas kasih terhadap umatnya maka tidak mungkin beliau mengajarkan hal-hal yang menghinakan bagi umatnya. Oleh karena itu, Allah ta’ala memuji beliau dan berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk sebagai rahmat (belas kasih) bagi semesta alam.” QS. Al Anbiya: 107

Oleh karena itu pula, kita wajib tunduk patuh kepada petunjuk beliau, sehingga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“ Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” QS. Annisa: 65

Wallaahu a’lam

================

Penyusun: Muhammad Hilman Al Fiqhy

Pesantren Annajiyah, Bandung, 23 Dzul Qa’dah 1438 H.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: