Pengaruh Tauhid dalam Mendapatkan Jodoh yang shalih/shalihah

Faedah pembahasan ini:

  • Bagi yang belum menikah agar mengetahui kriteria calon pasangan yang shalih/shahilah yang layak diperjuangkan; dan agar mempersiapkan diri untuk menjadi orang yang berhak mendapatkan pasangan yang shalih/shahilah

  • Berusaha mendapatkan pasangan yang shalih adalah salah satu usaha penting untuk memiliki anak yang shalih/shahilah

  • Bagi yang sudah menikah agar dapat mendidik anak-anaknya sehingga mereka kelak berhak mendapatkan pasangan yang shalih/shahilah

  • Bagi orang tua yang anak-anaknya hendak menikah agar mengetahui kriteria calon menantu yang ideal menurut Islam

Menikah merupakan Ibadah sehingga wajib diniatkan ikhlas karena Allah Ta’ala, maka proses menjemput jodoh pun seharusnya dengan proses yang Allah ridhai. Ibadah yang dilakukan dengan benar akan berbuah keberkahan, maka pernikahan yang benar sejak proses pencarian pasangan akan mendatangkan jodoh yang penuh berkah dan juga dengan sebab itu terbinalah rumah tangga yang penuh dengan keberkahan sehingga melahirkan keturunan hebat yang mulia dan diberkahi. Inilah keluarga sakinah mawaddah wa rahmah (yang tentram dan penuh kasih sayang).

Tujuan mencari jodoh adalah untuk dinikahi yang kemudian dengan pernikahan tersebut akan mendapatkan ketenangan hidup sehingga setiap permasalahan kehidupan akan menjadi ringan tatkala di rumah ada seseorang yang dapat menenangkan jiwa kita untuk mendukung tujuan-tujuan besar kita dalam kehidupan ini. Allah –Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”(QS. Ar-Rum: 21)

Di antara bentuk keikhlasan dalam menikah adalah sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ تَعَالَى عَوْنُهُمْ : الْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَ الْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْعَفَافَ

“Ada tiga golongan yang merupakan kewajiban bagi Allah untuk membantunya: (yaitu) Orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang menikah untuk menjaga kehormatan diri, dan budak yang berusaha membeli menebus dirinya sendiri hingga menjadi orang merdeka.” (HR. Tirmidzi)[1]

Apabila niat sudah benar serta pasangan hidup pun telah sesuai dengan tujuan yang benar menurut bimbingan Al Quran dan Sunnah, maka pernikahan akan memberikan faedah yang sangat besar, di antaranya adalah sebagaimana Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi. Lihat Ash Shahihah no. 625)

Demikian juga dengan pernikahan tersebut akan mendapatkan janji Allah  Ta’ala dalam firman-Nya:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (32) وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ …(33)

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin maka Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya….” (QS. An-Nur: 32-33)

 

Bimbingan dalam Memilih Wanita

Ada beberapa kriteria yang biasa menjadi motivasi laki-laki dalam memilih pasangan hadupnya, namun ada satu kriteria wanita yang akan menjadi sebab kebahagiaan dan kesuksesan hidup berumah tangga, yaitu sebagaimana petunjuk Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabdanya:

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal, yakni karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya, dan karena agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari dan Muslim)[2].

Kemudian lebih spesifiknya, Rasullullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menganjurkan untuk memilih calon istri yang memiliki sifat-sifat yang disabdakan berikut ini:

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. Abu Dawud)[3]

Wanita yang seperti itulah yang layak diperjuangkan untuk dinikahi. Tidak percuma semua pengorbanan, kelelahan, dan kegalauan dalam mendapatkan wanita yang memiliki kriteria dan sifat-sifat tersebut.

 

Bimbingan dalam Memilih Calon Suami

Perhatikanlah teman karib kalian dan calon pasangan kalian karena Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

الرَّجلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu sesuai dengan agama temannya, maka hendaklah setiap orang dari kalian memperhatikan siapakah yang akan dia jadikan teman dekat.” (HR. Abu Dawud)[4]

Ketika teman karib seseorang itu buruk perangainya, niscaya ia akan mempengaruhinya sehingga akan membawanya pada kebinasaan. Suami merupakan teman hidup terdekat sekaligus pemimpin dalam rumah tangga sehingga suami sangat memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan seorang istri. Berikut ini bimbingan dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bagi para orang tua dalam memilih calon suami bagi anak-anak perempuannya sekaligus ilmu bagi para wanita yang hendak menentukan pilihan terhadap calon suami yang tepat sehingga tidak tertipu oleh penampilan belaka. Rasulullah bersabda:

إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ عريضٌ

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di muka bumi” (HR. Tirmidzi)[5]

Laki-laki shalih yang sangat dianjurkan diterima lamarannya agar tercapai kebahagiaan keluarga, bahkan jika menolaknya akan berakibat bencana, adalah laki-laki yang memiliki dua kriteria sekaligus, yaitu memiliki ilmu agama serta berakhlak mulia, jangan hanya satu kriteria saja. Karena, orang yang terlihat agamis atau banyak mengetahui teori ilmu agama belum tentu memiliki akhlak yang baik. Demikian juga, terkadang ada orang kafir ataupun ahli bid’ah yang menyimpang, namun memiliki akhlak yang baik terhadap sesama manusia.

Betapa beruntung wanita yang mendapatkan calon suami yang shalih atau bertakwa kepada Allah Ta’ala karena dalam keadaan apapun, suami yang seperti itu akan selalu berbuat adil kepada istrinya. Dahulu ada seseorang yang datang kepada Imam Al Hasan Al Bashri -rahimahullah-, meminta nasihat beliau mengenai kepada lelaki yang bagaimanakah ia menikahkan anak perempuannya? Maka Imam Al Hasan memberi nasihat:

زوّجها رجلًا يتقي الله فإنه إن أحبها أكرمها وإن أبغضها لم يظلمها

“Nikahkanlah kepada laki-laki yang bertakwa kepada Allah; karena bila lelaki tersebut mencintai anak perempuanmu itu, maka ia akan memuliakannya; sedangkan seandainya ia membencinya, niscaya ia tidak akan menzalimi anak perempuanmu itu!”[6]

 

Hakikat Jodoh yang Akan Dimiliki Seseorang

Kriteria-kriteria calon pasangan yang disebutkan dalam hadits-hadits di atas adalah gambaran kriteria yang harus diperjuangkan dalam usaha mencari jodoh yang ideal, namun pada hakikatnya, jodoh kita adalah cerminan dari pribadi kita. Sebagaimana Allah –Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَۖ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur: 26)

Tatkala menafsirkan ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mungkin menjadikan Aisyah sebagai istri Rasulullah melainkan karena Aisyah adalah wanita yang baik dan Rasulullah pun adalah manusia terbaik di antara manusia baik manapun. Seandainya Aisyah orang yang keji, tentu ia tidak akan cocok dengan Rasulullah, ini tidak mungkin terjadi, baik secara hukum Syar’i maupun secara Takdir.[7]

Oleh karena itu, usaha terpenting dalam mendapatkan pasangan yang shalih/shalihah adalah dengan berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan diri kita layak berjodoh dengan orang yang shalih/shalihah.

Seseorang akan selalu merasa cocok dan akrab dengan orang yang memiliki kesamaan dengannya. Demikian juga suami istri, akan tetap terus bertahan bersama dalam perjuangan mengarungi kehidupan berumah tangga apabila mereka memiliki kesamaan yang jauh lebih banyak dan lebih kuat ketimbang perbedaan di antara mereka, sehingga kesamaan tersebut membuat mereka lupa terhadap perbedaan atau kekurangan di antara mereka. Seandainya ada orang-orang yang bertemu dan berkumpul di suatu tempat atau momen tertentu dalam keadaan mereka memiliki banyak perbedaan kepentingan antara sesama mereka, maka pertemuan dan kebersamaan mereka itu hanyalah sementara.

Rasulullah -Shalallahu alaihi wasallam- bersabda:

الأرواحُ جنودٌ مجنَّدةٌ. فما تعارف منها ائتَلَف، وما تناكَر منها اختلف

“Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. Jika saling mengenal di antara mereka maka akan bersatu. Dan yang merasa asing di antara mereka maka akan berpisah.” (HR. Bukhari dan Muslim)[8]

Imam Al Khaththabi -rahimahullah- saat menjelaskan makna hadits tersebut menyatakan bahwasannya ruh-ruh yang berhimpun itu adalah karena adanya kesamaan dalam hal kebaikan atau kejelekan, serta dalam hal perbaikan atau kerusakan. Dan bahwasanya manusia yang baik akan merindukan kepada orang yang semacamnya (yang baik pula), sedangkan yang jelek dan yang semisal itu maka akan condong kepada yang semacamnya pula. Para ruh akan saling mengenali, sehingga ia akan membersamai ruh yang sesuai dengan tabiatnya yang mana ia telah diciptakan di atas tabiat itu berupa kebaikan maupun kejelekan, sehingga apabila mereka telah saling cocok maka mereka akan saling mendekat serta bersatu, sedangkan apabila mereka saling memiliki perbedaan maka mereka saling menjauh.”[9]

Oleh karena itu, tatkala mencari pasangan hidup, carilah yang memiliki prinsip atau tujuan yang sama serta yang mulia. Barangsiapa yang memiliki prinsip hidup yang sesuai dengan akidah Tauhid yang benar, maka akan disatukan bersama orang yang baik Tuhidnya juga sehingga kebersamaan mereka akan terus langgeng, bahkan tidak terbatas di kehidupan dunia, namun di akhirat pun mereka akan terus bersama dengan penuh kebahagiaan. Sebagaimana Allah Ta’ala telah mengabarkan dalam firman-Nya:

ٱلۡأَخِلَّآءُ يَوۡمَئِذِۭ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلۡمُتَّقِينَ

“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Imam Ibnu Katsir -rahimahullah- saat manfsirkan ayat tersebut bertutur: “Semua ikatan persahabatan yang bukan karena Allah pada hari kiamat akan berbalik menjadi permusuhan, kecuali yang berdasarkan niat karena Allah!”[10]

Adapun cara untuk dapat mengokohkan prinsip hidup adalah dengan cara mempelajari prinsip-prinsip dalam Islam. Para Ulama banyak menulis kitab-kitab yang berkaitan dengan pembahasan prinsip-prinsip. Biasanya judul kitab-kitab yang membahas tentang prinsip seorang Muslim dalam beragama terdapat kata “Ushuul” yang artinya adalah prinsip atau fondasi. Misalnya kitab Tsalaatsatul Ushuul, Ushuulus Sunnah, Ushuul I’tiqad Ahlis Sunnah, Sittu Durar min Ushuul Ahlil Atsar, dsb.

Seseorang yang rutin menghadiri kajian yang membahas tentang prinsip-prinsip Islam, terutama prinsip akidah Tauhid, niscaya ia akan memiliki prinsip hidup yang kuat dan tidak akan mudah terjerumus dan terbawa arus yang merusak dan membinasakan, sehingga orang yang seperti itu tidak akan mudah terbawa pengaruh jelek teman hidupnya yang tidak baik, bahkan justru ia akan mempengaruhi teman-temanya dan mengajak mereka kepada kemuliaan sesuai dengan konsekuensi prinsip hidupnya yang mulia.

Apabila kita telah memiliki prinsip yang sama dengan pasangan hidup kita niscaya kelak akan melahirkan keturunan yang memiliki prinsip yang mulia juga. Karena, baik tidaknya anak-anak tergantung pada keadaan orang tuanya. Oleh karena itu, mendapatkan pasangan yang shalih/shalihah adalah salah satu usaha penting untuk memiliki anak yang shalih.

 

~***~

Akhwat…

Bila Kau telah baik, pasti ayah, paman, kakak, dan semua keluargamu tidak akan membiarkan sembarang lelaki mendekatimu, karena mereka akan menyeleksi seketat mungkin demi terjaganya kehormatan dan kebaikanmu.

Tapi bila kau nakal, niscaya keluargamu akan bersegera menjodohkanmu, dengan siapapun yang mau sesuai kenakalanmu, karena agar kamu tidak semakin mencemarkan nama baik keluargamu.

Jadilah perhiasan dunia yang selalu terjaga, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salihah.

 

~***~

 

Baca bahasan artikel sebelumnya:
Membina Keluarga Bertauhid

 

Silakan baca juga artikel-artikel berikut ini yang merupakan bagian dari pembahasan tema Membina Keluarga Bertauhid :

  1. Pengaruh Tauhid dalam Mendapatkan Jodoh shalih/shalihah
  2. Pengaruh Tauhid terhadap keberkahan Rumah Tangga
  3. Parenting Islami (Menumbuhkan Tauhid pada Anak)

 

 

 

=====

CATATAN KAKI:

[1] HR. Tirmidzi no. 1579. Dinilai Shahih oleh Al Albani

[2] Shahiih Al Bukhari no.5090, dan Shahiih Muslim no.1466.

[3] Sunan Abi Dawud no. 2050. Dinilai shahih oleh Al Albani.

[4] Sunan Abi Dawud no. 4833. Dinilai shahih oleh Al Albani.

[5] HR. Tirmidzi no.1085. Dinilai Hasan lighairihi oleh Al Albani.

[6] Irsyaadus Saari li Syarhi Shahiih Al Bukhaariy, 8/22. (Asy-Syaamilah)

[7] Tafsiir Al Quran Al ‘Azhiim

[8] Shahiih Al Bukhari no. 3495 dan Shahiih Muslim no. 2638.

[9]  Fathul Baari, 7/369

[10]  Tafsiir Al Qur’aan Al Azhiim

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: